riuhmedia.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump, melalui memorandum internal, menginstruksikan pembekuan seluruh bantuan luar negeri AS. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen Trump terhadap slogan “America First” yang memprioritaskan kepentingan domestik. Keputusan ini menandai perubahan signifikan dalam arah kebijakan luar negeri AS.
Menteri Luar Negeri Marco Rubio sebelumnya telah menerbitkan memorandum serupa, menyatakan bahwa pemberian atau perpanjangan bantuan luar negeri harus melalui tinjauan menyeluruh. Dengan demikian, AS mengadopsi pendekatan selektif terhadap alokasi bantuan luar negeri.
Israel dan Mesir: Sekutu yang Diutamakan
Meski banyak bantuan dihentikan, Israel tetap menjadi penerima utama dukungan AS. Bantuan militer terus mengalir bahkan selama konflik di Jalur Gaza yang dimulai pada Oktober 2023. Mesir juga mendapatkan dukungan strategis karena perannya yang vital dalam menjaga stabilitas kawasan Timur Tengah. Kedua negara ini dianggap sebagai mitra kunci AS dalam kebijakan luar negeri.
Fokus Bantuan Kemanusiaan
Di tengah kebijakan pembekuan ini, AS tetap menyediakan bantuan makanan darurat untuk negara-negara yang mengalami krisis kemanusiaan, seperti Sudan dan Suriah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun fokus utama adalah efisiensi anggaran dan kepentingan domestik, bantuan untuk situasi kritis masih menjadi prioritas.
Penghentian Bantuan untuk Ukraina
Salah satu dampak besar dari kebijakan ini adalah penghentian sementara bantuan untuk Ukraina. Keputusan ini memicu spekulasi mengenai perubahan pendekatan AS terhadap konflik geopolitik di Eropa Timur.
Tinjauan Ulang dan Dampaknya
Trump menandatangani perintah eksekutif untuk menangguhkan seluruh program bantuan luar negeri selama 90 hari. Selama periode ini, pemerintah meninjau kembali kesesuaian setiap program dengan kebijakan nasional. Langkah ini menggarisbawahi upaya Trump untuk memastikan bahwa bantuan luar negeri sejalan dengan visi pemerintahannya.
Reaksi Global
Pembekuan bantuan luar negeri AS menuai respons beragam dari komunitas internasional. Sebagian pihak memandang langkah ini sebagai bentuk efisiensi anggaran dan fokus domestik yang dibutuhkan, sementara yang lain mengkhawatirkan dampaknya terhadap stabilitas internasional.
Kebijakan ini mencerminkan perubahan paradigma dalam diplomasi AS, yang kini lebih berorientasi pada kepentingan dalam negeri, tetapi tetap menjaga relasi strategis dengan mitra utama. Namun, keberlanjutan peran global AS menjadi isu yang terus diperdebatkan.