Luwu Timur, riuhmedia.com – Air adalah sumber kehidupan, dan sungai adalah urat nadinya. Namun, ketika air sungai tak lagi jernih, kita perlu bertanya: ada apa yang sedang terjadi? Keruhnya air Sungai Malili dalam beberapa waktu terakhir seharusnya menjadi alarm bagi kita semua, bukan hanya bagi warga sekitar, tetapi juga bagi pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat luas yang peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.
Sungai Malili, yang selama ini menjadi sumber air bersih, pengairan sawah, bahkan tempat rekreasi alami bagi masyarakat Luwu Timur, kini mulai menunjukkan gejala kerusakan. Airnya yang cokelat pekat, penuh sedimen dan limbah, bukan lagi pemandangan yang asing. Banyak pihak menduga bahwa aktivitas pertambangan di daerah hulu serta penggundulan hutan berkontribusi besar terhadap kerusakan ini. Jika dibiarkan, kita tidak hanya kehilangan kualitas air, tetapi juga ekosistem di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan tidak pernah berdampak tunggal. Ia membawa efek domino: kualitas air menurun, populasi ikan menyusut, mata pencaharian warga terganggu, hingga meningkatnya risiko penyakit. Belum lagi kerugian jangka panjang terhadap keseimbangan ekosistem dan potensi bencana seperti banjir dan longsor.
Ironisnya, hal ini sering dianggap sebagai hal “biasa”. Pemerintah daerah terkadang terjebak dalam dilema antara pertumbuhan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Namun, pertumbuhan yang mengorbankan masa depan bukanlah kemajuan sejati. Harus ada keberanian politik untuk meninjau ulang izin-izin usaha yang berisiko merusak lingkungan, serta memperkuat pengawasan terhadap aktivitas industri yang berdampak langsung pada sungai.
Masyarakat juga memegang peran penting. Edukasi dan kesadaran kolektif untuk menjaga lingkungan harus terus ditumbuhkan. Sungai bukan tempat sampah; ia adalah titipan alam yang harus diwariskan dalam keadaan lebih baik, bukan sebaliknya.
Keruhnya Sungai Malili bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga persoalan moral dan tanggung jawab sosial. Ia menyuarakan krisis yang selama ini kita diamkan. Maka, saatnya kita mendengar dan bertindak. Sebab jika bukan sekarang, kapan lagi?