Makassar, Riuhmedia.com Baru-baru ini, masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan mengenai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas area laut di Makassar. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar mengonfirmasi bahwa sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2015 untuk lahan seluas 23 hektare di wilayah Kecamatan Tamalate. Namun, identitas pemilik SHGB itu masih dirahasiakan oleh pihak BPN dengan alasan informasi tersebut bersifat terbatas.
Kepala Seksi Penanganan Masalah ATR/BPN Kantah Kota Makassar, Andrie Saputra, turut membenarkan bahwa kawasan tersebut memang telah memiliki sertifikat HGB. Kendati demikian, ia tidak memberikan kepastian apakah sertifikat tersebut dimiliki oleh pihak Dillah Group, sebagaimana spekulasi yang berkembang di masyarakat.
Penerbitan SHGB di atas laut ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama mengenai legalitasnya. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, laut tidak dapat dijadikan objek yang dibebani Hak Guna Bangunan. Dengan demikian, langkah penerbitan SHGB di area laut dinilai bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus serupa juga pernah terjadi di perairan Tangerang, Banten, di mana ditemukan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang memiliki sertifikat HGB dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Kasus tersebut juga memunculkan polemik terkait dugaan maladministrasi dalam proses penerbitan sertifikat.
Situasi ini memicu kekhawatiran berbagai pihak, termasuk pemerhati lingkungan dan masyarakat umum, terkait dampak negatif yang dapat ditimbulkan. Selain berpotensi merusak ekosistem laut, langkah ini juga dinilai dapat membatasi akses publik ke wilayah perairan yang seharusnya menjadi milik bersama.
Polemik penerbitan sertifikat di atas laut ini mendorong adanya tuntutan transparansi dan peninjauan ulang dari pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak melanggar hukum dan tetap memperhatikan keberlanjutan lingkungan.